Hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diproyeksi sebesar 5,3% pada tahun 2024 dan 5,2% pada tahun 2025.
Oleh karena itu, Puan menilai ada beberapa hal yang bisa dilakukan Indonesia-Afrika. Seperti kerja sama dalam pengembangan energi terbarukan, meningkatkan ketahanan pangan, dan membangun ekonomi digital.
“Kita dapat kerja sama untuk meningkatkan partisipasi perempuan khususnya di sektor ekonomi dan politik. Perempuan dapat berperan lebih besar di masyarakat jika diberikan kesempatan,” tambah Puan.
Atas dasar hal tersebut, Puan menganggap hubungan Afrika dan Indonesia bukan hanya sekadar hubungan historis, namun juga tentang bagaimana mengeksplorasi peluang kerja sama di masa depan.
Untuk itu, Puan menegaskan Indonesia-Afrika harus membangun hubungan yang saling menguntungkan, saling menghormati, saling menghargai keberagaman, dan berdasar kesetaraan.
“Hubungan kesetaraan berarti tidak ada satu pihak yang ingin mendominasi hubungan ini. Hal ini semakin diperlukan, ketika kita hidup di era multipolar yang sedang menghadapi berbagai tantangan global yang bersifat multidimensi,” urai mantan Menko PMK itu.
Berbagai tantangan yang dimaksud Puan seperti meningkatnya ketegangan geopolitik, perang dan konflik, persaingan kekuatan utama (major powers), gejolak ekonomi global, serta perubahan iklim.
“Dalam konteks kerja sama antar Parlemen, kita harus memajukan nilai nilai demokrasi, menghargai hak asasi manusia, dan menegakkan rule of law,” tukas Puan.
Puan menyatakan, nilai tambah akan didapat jika kerja sama IAPF berkontribusi mewujudkan aspirasi rakyat di Afrika dan Indonesia untuk menikmati kehidupan yang lebih damai dan sejahtera.
Hal ini mengingat berbagai krisis di dunia berdampak langsung bagi rakyat Indonesia-Afrika sehingga Parlemen perlu lebih aktif berkontribusi menyelesaikan berbagai persoalan global.
“Hal ini termasuk bahwa Parlemen harus mendorong terciptanya perdamaian. Saya mendorong kita menolak cara kekerasan. Kita harus mengedepankan dialog dan diplomasi dalam menyelesaikan masalah antar negara,” ucap Puan.
Puan menyebut, perang dan konflik adalah pilihan kebijakan yang diambil satu negara. Maka dalam negara demokrasi, ia menegaskan bahwa Parlemen berperan menentukan kebijakan suatu negara apakah akan memulai perang atau menempuh cara damai.
“Termasuk dalam hal ini, kita perlu memperjuangkan kemerdekaan penuh Palestina, menghentikan perang di Gaza, Ukraina, dan berbagai wilayah yang dilanda perang dan konflik,” tutur Puan.
Di sisi lain, Puan menilai kerja sama antar Parlemen ini juga dapat menjadi jembatan hubungan antar masyarakat atau people-to-peope contact antara Afrika dengan Indonesia. Tentunya hal tersebut penting karena posisi parlemen sebagai wakil rakyat.
“Akhir kata saya mengajak kita semua untuk menyuarakan aspirasi rakyat yang kita wakili agar kemitraan Afrika dengan Indonesia menghasilkan hasil nyata bagi rakyat kita,” kata Puan.
“Saya mengajak kita untuk menyuarakan lebih keras bahwa Parlemen akan berada di garda depan untuk memperjuangkan perdamaian dan kesejahteraan di Afrika, di Indonesia, dan di dunia,” tambahnya.
Hal senada juga disampaikan Ketua Parlemen Zimbabwe, Jacob Mudenda sebagai perwakilan parlemen Afrika. Ia juga mengaku terkesan dengan hospitality Indonesia sebagai tuan rumah konferensi IAPF.
“Secara khusus kami mengucapkan terima kasih kepada Ketua DPR RI, Ibu Puan Maharani. Forum ini menghidupkan kembali semangat deklarasi Bandung,” ungkap Jacob Mudenda.
Jacob Mudenda kemudian menyampaikan sejumlah harapan, termasuk kerja sama Indonesia dan Afrika dalam mengatasi penyakit monkey pox (Mpox) atau cacar monyet yang tengah mewabah di Afrika. “Dari penerapan protokol kesehatan hingga pengadaan vaksin,” harapnya.
(inh)